Author : Cho Luna Kuchiki & FDF
Disclaimer : Semua karakter yang ada di dalamnya milik pribadi, manajemennya, dan orang tua. Sedangkan Fatal Frame milik Tecmo. Author hanya punya fanfic abal ini =3=Warning: gaje, abal, OOC akut, sho-ai, typo(s), alur nyontek(?), kecepatan akut, dsb.
Fatal Frame 4
Chapter 2: Resonance (Kim Junsu)
Junsu menatap Yoochun dingin. Dilihatnya Yoochun sedang melamun, dengan wajah kebingungan."Kita-lah korban berikutnya.", ucap Junsu, menyadarkan Yoochun dari lamunannya. "Kita berenam yang dulu diculik, satu persatu, kita akan.."
"Hentikan!", teriak Yoochun, memotong perkataan Junsu.
‘Sesuatu..Sesuatu pasti telah terjadi di sini…’, pikir Junsu. Ia membalikkan badannya, membelakangi Yoochun.
0o0o0
Junsu menengadahkan kepalanya. Di depannya, nampak sebuah kaca besar, merefleksikan bayangan dirinya. Ia memandang lekat-lekat bayangannya, ketika tiba-tiba wajahnya nampak hancur di sana. Persis seperti keadaan wajah Zhoumi dan Henry saat meninggal. Ia tersentak, menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia kembali menurunkan tangannya dan menatap bingung ke arah cermin ketika refleksi wajahnya nampak kembali seperti semula.
“Kembalilah”, ucap sebuah suara di belakangnya. Junsu melirik ke arah kiri cerminnya. Di sana, nampak seorang namja berjas hitam. Wajah namja itu tak terlihat jelas, tertutup oleh bayangan hitam yang membuat wajahnya hanya nampak separuh. Junsu membalikkan badannya, terkejut. Sejak kapan namja ini ada di belakangnya? Bibir namja itu kembali terbuka, mengucapkan sederet kata.
“ke Pulau Rougetsu.”
0o0o0
“Sebelah sini”, sebuah suara terdengar, pelan. Junsu menghentikan langkahnya, menoleh kaget ke arah sebelah kanannya. Di persimpangan tangga tersebut, nampak seorang namja, dengan jas hitam. Junsu tersentak. Namja itu! Namja yang membuatnya kembali ke pulau ini. Ia mendongak, melihat wajah namja itu… yang sama persis dengan wajahnya? Ia pun berjalan menaiki tangga itu, berusaha meraih wajah namja itu. Ketika ia telah hampir menyentuh wajah namja itu, sebuah suara kembali terdengar pelan.
“Apa kau sudah melupakannya?”, ucap suara itu. Mendadak, tubuh Junsu terasa limbung. Ia merasa tubuhnya terjatuh ke arah kanan. Suara itu terdengar kembali, sebelum semuanya berubah menjadi gelap.
“Apa kau sudah melupakannya?”
0o0o0
0o0o0
Nampak sekilas wajah tersenyum seseorang – seorang namja, yang nampaknya dikenalnya. Wajah namja itu tampak –
0o0o0
Junsu tersentak. Ia melihat ke sekelilingnya.
“Tempat ini…”, ucapnya bingung. Di sebelah kanannya nampak sebuah jendela, dengan sebuah tirai besar yang menutupi seluluh dinding di sekirar jendela itu. Sedang ia sedang berdiri di sebuah tangga kecil – kalau bisa disebut tangga, yang hanya memiliki tiga anak tangga. Ia menatap ke arah bawah tangga yang sedang dipijaknya. Sebuah.. kamera? Junsu membungkuk, mengambil kamera tersebut. Bukankah ini…kamera yang dibawanya dari rumahnya? Sejak kapan kamera ini berada di sini? Ia melihat sebuah buku bersampul coklat tua, tergeletak di sebelah kamera itu. Ia mengambilnya.
________________________________________________________________
Bentuk dasar kamera obscura ini, sebagai bukti dari penyelidikan kami, dipercayakan pada keturunan keluarga Kim.
Kamera inilah tiruan pertama kamera obscura yang berhasil dibuat.
Kamera ini masih belum pernah diuji coba, namun teoriku bahwa gambar mereka yang telah meninggal bisa disegel di dalam film itu mungkin saja nyata.
Bagaimanapun juga, para pendeta dan gadis kuil Shinto adalah orang-orang yang sensitif terhadap roh, dan kamera ini memiliki efek kuat terhadap mereka.
Larangan pada penggunaan kamera ini telah kuprediksi.
________________________________________________________________
‘Kamera yang kumiliki di rumah..bisa memotret masa lalu? Kalau begitu, dengan ini, Aku akan bisa mencari petunjuk tentang memoriku yang hilang.’, pikirnya. Ia melanjutkan langkahnya, sebelum ia menyadari sesuatu.
“Yoochun.. Dimana Yoochun?”, ucapnya pelan. “Aku harus mencarinya.”, lanjutnya.
Ia melangkahkan kakinya menuju ke arah depannya, ke arah sebuah gerbang kecil yang terbuat dari besi yang diukir. Di depannya, nampak sebuah ruangan – yang menurutnya lebih nampak seperti sebuah loket. Ia mendengar sebuah suara – yang terdengar mirip suara alarm.
“Darimana suara tadi datang?”, ucapnya. Ia kembali berjalan, memasuki ruangan kecil tadi. Ternyata, suara yang didengarnya tadi berasal dari sebuah intercom yang terdapat di ujung kanan ruangan itu. Di bagian kanan intercom itu, terdapat nomor dan nama pasien yang ada di kamar tersebut. Sedangkan di bagian kirinya, nampak sebuah telepon, tergantung di bagian atas kiri, dengan sebuah switch-empat-angka yang membuka pintu ke kamar-kamar pasien di lantai dua di bawahnya. Penasaran, ia mendekati intercom tersebut, lalu ia mengangkat gagang telepon yang tersedia. Dari telepon tersebut, terdengar suara seorang namja kecil – sedang menangis.
“Hiks.. hiks.. Tolong aku.. Junsu-ie, tolong aku!”, ucap namja itu. Junsu tersentak, mengenali suara yang didengarnya.
“Ini…bukankah ini suara Yoochun waktu kecil?”, ucapnya bingung. Ia menoleh ke arah lampu yang berkedip-kedip lemah di interkom tersebut.
“Sebuah panggilan untuk perawat dari kamar 203.. Apa Yoochun ada di ruangan ini?”, ucapnya bingung. Ia akhirnya kembali, bermaksud untuk menuju kamar 203. Namun, ketika ia akan membuka pintu, sebuah buku berukuran A4 yang tergeletak di sebuah meja di samping kanannya menarik perhatiannya. Ia pun mengambilnya, dan membaca isinya.
________________________________________________________________
Daftar Pasien di Lantai II
Para penghuni Rougetsu Hall pada bulan Agustus 1970
Kamar 203 – Purifying MoonPark YoochunUmur: 7
Catatan khusus:Pasien cenderung menutup diri, dan kami percaya bahwa pasien lain yang seumuran dengannya suka menindasnya. Harap untuk terus mengawasinya baik-baik.
Kamar 204 – Shadow MoonKim ‘Key’ KibumUmur: 17
Catatan khusus:Sebelum kematian Im Yoona, pasien ini seharusnya akan dipindahkan ke Rumah Sakit Lee. Namun, pasien ini memenjarakan dirinya di kamarnya dan menolak untuk dipindahkan. Kami memerlukan suatu latihan khusus untuk memindahkan pasien ini. Bersiaplah untuk pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Kamar 205 – Raining MoonJung JessicaUmur: 21
Catatan khusus:Karena pasien ini tidak menunjukkan reaksi khusus saat melihat cermin, nampaknya pasien ini masih belum mengalami Budding (tahap pertama dari Blooming). Bagaimanapun juga, emosi dan tindakan pasien ini sangat tidak stabil karena kehilangan memori yang disebabkan oleh Getsuyuu Syndrome. Tolong perhatikan dia dengan hati-hati.
Kamar 206 – Anxious MoonLee JinkiUnur: 5
Catatan khusus:Pasien memiliki kecenderungan kleptomaniac (kecenderungan untuk meminjam benda tanpa dikembalikan). Jika anda menemukan sesuatu di kamarnya, mohon untuk melapor pada Suster Ryeowook. Mengambil kembali barang yang dicuri akan membuatnya marah, namun jika anda memintanya dengan sopan, ia tidak akan menolak untuk mengembalikan barang itu.
Kamar 207 – Orchid MoonHeechulUmur: 12
Catatan khusus:Pasien ini memiliki kepribadian yang sangat agresif. Gurauannya yang kejam seringkali mengakibatkan masalah dan cedera bagi para staf rumah sakit, termasuk beberapa luka sayatan pisau pada telinga seorang perawat. Mohon untuk memperhatikan anak ini dengan sangat hati-hati.
________________________________________________________________
Junsu menatap bingung buku di tangannya. Blooming? Getsuyuu Syndrome? Sepertinya ia pernah mendengarnya entah dari mana..Ah, sudahlah! Junsu menggelengkan kepalanya, memutuskan untuk tidak memikirkan tentang hal itu saat ini. Ia kembali melihat sebuah buku di atas meja yang terletak di sebelah kirinya, lalu membacanya.
________________________________________________________________
Laporan Perawat Lantai II (1)
Password untuk membuka pintu itu terus diubah secara berkala, namun entah kenapa terus-menerus bocor.
Sepertinya, “Password Game”, sebagaimana mereka menyebutnya, telah menjadi populer di kalangan anak-anak.
Dalam permainan itu, password untuk membuka pintu itu dituliskan di suatu tempat. Mereka diberi petunjuk, lalu membuat sebuah permainan untuk mencarinya.
Mereka telah ditegur dengan keras, dan direktur juga telah mengatakan untuk lebih hati-hati dengan pintu Menegement Office di masa depan.
Jika pintu terbuka, aku takut pasien akan berkeliaran.
Untuk mencegah kejadian seperti itu terjadi lagi, jika anda melihat password itu tertulis di mana saja, tolong dihapus.________________________________________________________________
Junsu menatap buku itu dengan pandangan senang. ‘Aku harus mencari password itu!’, batinnya. Ia melangkah keluar dari ruangan itu, lalu berjalan ke arah kiri. Ia menuruni sebuah tangga besar yang ada di sana, menuju ke Entrance Hall.
Saat ia berada di tengah-tengah tangga itu, mendadak terdengar suara tawa anak kecil. Ia menoleh ke asal suara. Bukankah itu dia dan Yoochun waktu kecil? Penasaran, ia mengikuti bayangan anak-anak kecil tersebut, mengarah ke sebuah pintu kecil di sisi kanan tangga. Di depan pintu tersebut, mendadak kedua anak tadi menghilang.
Ia memasuki pintu itu, menampakkan sebuah ruangan kecil, dengan beberapa benda rusak, sebuah replika burung gagak berukuran besar, serta tumpukan kardus berdebu di bagian kanan ruangan itu. Sedangkan di sebelah kirinya terdapat sebuah lemari kayu kecil, tergantung di tembok, dengan dua buah kabel tersambung dengan sesuatu di dalamnya. Di sebelah kanan lemari tersebut, nampak sebuah mumi, disandarkan ke tembok dengan posisi berdiri. Ia menghampiri tumpukan kardus itu.
Ia melihat sebuah gambaran tangan anak kecil. Gambar itu digambar dengan krayon, menampakkan sebuah jam kuno besar, dengan fase-fase bulan yang digambar secara asal di pojok kanan kertas. Ia membalikkan kertas tersebut, dan menemukan sebuah tulisan tangan yang tidak beraturan, ditulis dengan krayon warna-warni, menampakkan kata “Password Game”. Junsu mengernyit bingung sejenak, sebelum akhirnya menjentikkan jarinya mengerti.
“Ini hint Password Game itu! Kurasa password itu dituliskan di jam ini. Tapi, apa maksud gambar fase-fase bulan ini?”, ucapnya. Ia sedang berpikir keras, ketika tiba-tiba mumi di sebelah kanan lemari kayu itu bergerak, menimbulkan bunyi ‘Grusak’ keras di belakang Junsu.
“Oh my god sun!”, jerit Junsu kaget. Ia segera berlari keluar dari ruangan itu, kembali ke bawah tangga besar yang tadi dilaluinya. Ia baru akan berpikir lagi, ketika ia melihat sebuah jam kuno di dekat meja resepsionis yang ada di hall itu. Ia mendekatinya, dan melihat bahwa gambar fase-fase bulan dilukiskan sebagai pengganti angka yang menunjukkan waktu di jam itu. Ia mendekatinya, dan mengamati jam itu. Dilihatnya ada bekas-bekas torehan krayon di bagian bawah jam itu.
“Aku merasakan hawa aneh. Apa akan terjadi sesuatu jika aku memotretnya? Bukankah kamera ini dituliskan memiliki kekuatan mistis..”, ucap Junsu. Ia mengarahkan kameranya, memotret bekas coretan itu. Ia menatap kaget ke arah layarnya, ketika perlahan foto bagian bawah kamera tersebut tampak berubah, menunjukkan sederet angka.
“8395? Angka apa ini? Apa ini password yang membuka pintu yang menuju kamar-kamar di lantai dua?”, pikirnya bingung. Ia kemudian berbalik, memutuskan untuk kembali keManagement Office, ketika ia melihat secarik kertas tergeletak di sebelah kiri meja resepsionis. Ia berjongkok untuk mengambilnya, membaca tulisan yang tertera di atasnya.
________________________________________________________________
Pengumuman untuk semua staff rumah sakit,
Seorang pasien baru, Heechul, akan dimasukkan ke kamar 207 akhir minggu ini.
Heechul adalah seorang pasien yang diserahkan oleh dr. Donghae, karena itu kami harap kita bisa mencoba memperhatikannya sebaik mungkin agar dia bisa tinggal di institusi kita senyaman mungkin.
Semuanya, tolong perlakukan Heechul dengan penuh perhatian.________________________________________________________________
Junsu menatap note itu sedetik, kemudian ia meneruskan perjalanannya. Setelah ia sampai, Ia segera membuka pintu menuju ruangan kecil tadi. Ia baru akan masuk ketika –
“Kyaah!”
- muncul sosok seorang perawat, dengan luka sayatan di sekujur wajahnya. Junsu menatap horor ke arah ruangan di depannya, ketika perawat tadi menghilang. Ia langsung menuju ke arah interkom, memasukkan keempat angka yang didapatnya tadi – sebagai password ke pintu kamar-kamar pasien di lantai dua. Begitu lampu warna hijau menyala – sebagai tanda bahwa password yang dimasukkan cocok, Junsu mendengar sebuah suara – suara Yoochun.
“Aku.. bukan mainan Junsu.”
Junsu merinding. Ia pun segera berlari keluar ruangan – takut perawat tadi kembali muncul.
Belum sempat ia menyentuh knop pintu, sang perawat ternyata telah menampakkan dirinya, tepat di belakang Junsu. Junsu yang merasa hawa dibelakangnya tidak enak segera membalikkan badannya.
Mata Junsu menangkap wajah sang perawat – yang terlihat datar, namun ia bisa merasakan bahwa sang perawat marah – nampak dari kilat matanya yang menatapnya dingin – dari jarak yang sangat dekat – sekitar dua puluh sentimeter.
“OH MY GOD SUN!”, jerit Junsu kaget. Reflek, ia berlari ke arah perawat tersebut, dan..
Menembusnya?
Junsu menatap bingung ke arah perawat itu. Dia tadi baru saja menembusnya? Kalau begitu, dia makhluk apa? Masa… Hantu?
“Yang benar sajaa!”, jerit Junsu panik. Ia mendadak teringat sesuatu. Kamera yang dibawanya tadi.. Bisakah kamera itu menyegelnya? Ia menatap penuh harap ke layar kamera itu, mengarahkannya ke wajah perawat itu. Ia menekan shutternya dan…
Byar!
Perawat itu terpental, mengeluarkan suara rintihan mengerikan. Junsu baru saja akan bernapas lega ketika tiba-tiba perawat itu berdiri, dan berlari ke arahnya. Reflek, Junsu kembali menekanshutter kamera itu. Perawat itu kembali terpental, mundur dua langkah. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Junsu kembali menekan shutter. Perawat itu tampak menjerit kesakitan, lalu berlutut. Sedetik kemudian, ia menghilang. Junsu menatap bingung – sekaligus horor.
Ia akhirnya keluar dari ruangan itu, membuka pintu yang ada tepat di depan pintu ruangan tadi. Ia membukanya, berjalan cepat menuju kamar Yoochun waktu kecil. Baru saja ia hendak membuka pintu kamar Yoochun, ia melihat secarik kertas – terjatuh di depan pintu kamar 205 – sebelah kamar Yoochun. Ia menghampirinya, lalu mengambilnya.
________________________________________________________________
Saat kau melihat surat ini, aku sudah tak ada di dunia ini.
Ketika eomma melahirkanku,dia meninggal, untuk membiarkanku hidup,
untuk melindungiku.
Appa dan oppa meninggal karena kecelakaan,untuk melindungiku.
Yang membuatku tetap hidup setelah kematian mereka hanyalah ingatan yang kupunya akan mereka, dan rasa bersalah yang kurasakan untuk tetap hidup sampai saat ini.
Penyakit ini merampas semua itu.
Keluargaku, yang hanya hidup di ingatanku, terbunuh secara perlahan.
Aku tak bisa menghadapi ini lagi, hidup sembari kehilangan memori tentang orang-orang yang dekat denganku perlahan.
Namun, tetap saja, hal yang paling menakutkan bagiku, adalah kehilangan rasa bersalah yang terus kurasakan.
Aku tidak takut untuk membunuh keluargaku sekali lagi.
Aku akan meninggalkan dunia ini,
dengan sedikit memori yang tersisa.
Selama aku masih diriku.________________________________________________________________
Junsu menatap kertas itu dengan tatapan terharu. Ia mengembalikan kertas itu kembali ke tempatnya secara perlahan, dan kembali ke depan pintu kamar Yoochun. Ia baru saja akan membukanya, ketika ia mendengar sebuah suara dari dalam.
“Semuanya…telah berakhir.”
Junsu terdiam. Suara itu.. apa itu Yoochun? Ia berusaha membuka pintu di hadapannya. Kenapa terkunci? Ia baru saja akan berbalik, ketika ia tiba-tiba mendengar sebuah melodi – yang nampaknya dikenalnya – dari sebuah speaker yang digantungkan di tembok – entah di mana, karena ia tak melihat speaker di dekatnya.
Mendadak, pintu di sebelahnya terbuka perlahan, walaupun knop pintu itu telah rusk sepenuhnya. Seorang namja – dengan perban di kepalanya, yang menutupi salah satu matanya – keluar dari baliknya. Bersamaan dengan keluarrnya namja itu, muncul seorang yeoja – dengan gaun tidur bewarna hitam kemerahan dengan renda yang menghiasi bagian bawah gaun tersebut serta bagian kerahya – dari dinding di belakangnya.
Junsu yang panik, segera berlari menjauhi keduanya. Ia mengarahkan kameranya, memotret keduanya bersamaan. Mendadak, keduanya menghilang – lalu muncul dari sebelah kanan dan kiri Junsu. Junsu pun berlari ke depan – menjauhi keduanya. Ia kembali mengarahkan kameranya ke arah namja ber-perban tadi, lalu menekan shutternya. Namja tadi pun menghilang. Junsu kembali mengarahkan kameranya ke arah sang yeoja, dan memotretnya. Yeoja tadi menyusul, ikut menghilang. Ia menghela napas lega.
Mendadak, kamera yang dibawanya bergetar. Semakin ia mendekati pintu kamar Yoochun, getaran kamera itu semakin menguat. Penasaran, ia memotretnya. Namun, yang tampak di layar bukanlah gambar pintu kamar Yoochun – melainkan gambar sebuah ruangan penuh buku. Di foto itu nampak sebuah ruangan dengan rak buku di sebelah kanan-kirinya, dan sebuah cermin – dengan foto seseorang di pojok kanan atas cermin itu. Di sebelah kanan-kiri cermin tersebut, nampak rak buku – lagi – dengan rak yang menyatu dengan dinding. Mungkinkah.. kunci pintu itu ada di ruangan ini? Tapi di mana? Sesuatu yang berkaitan dengan buku.. penelitian? Tapi apa yang diteliti oleh rumah sakit ini?
Mendadak sesuatu terlintas di benak Junsu. Bukankah pembuat kamera obscura ini mengadakan penelitian untuk membuatnya? Dan apa yang terdapat di balik pintu itu – yang ada di sebelah kiri Museum Dr. Kibum?
Memilih untuk mencobanya, Junsu menelusuri lorong tadi, kembali ke Entrance Hall, berjalan menuju ke Museum Dr. Kibum. Ketika ia sampai di Entrance Hall, Seorang anak kecil – dengan rambut coklat dan dress merah nampak berdiri di tangga paling atas.
“Matilah”, ucap anak itu, pelan.
Setelah anak itu menghilang, Junsu kembali berjalan – menuju ke Museum Dr. Kibum. Ia membuka pintunya, memasuki museum itu. Begitu ia memasuki museum itu, ia langsung menuju ke sebelah kanannya, ke arah pintu yang dicurigainya. Begitu ia memasukinya, ia tersenyum senang. Ruangan ini – ruangan penuh buku yang dicarinya. Ia pergi ke tengah ruangan itu, dan menatap ke arah cermin yang tergantung di sana.
Junsu memperhatikan bayangan dirinya, sambil terus melangkah mendekati cermin itu. Ketika ia sudah dekat sekali dengan cermin itu, mendadak seorang namja muda – dengan mata agak sipit dan rambut hitam pekat. Junsu melihat sesuatu – yang nampak seperti gelang – bertuliskan “Tao” besar di pergelangan tangan kirinya.
Tak menyia-nyiakan waktu, Junsu segera menyiapkan kameranya dan memotret namja tadi. Namja itu menghilang, dan muncul kembali di sebelah kanan Junsu. Ia segera berlari, menjauhi namja tadi, lalu mengarahkan kameranya. Namun, belum sempat ia memotretnya, namja itu sudah menghilang, lalu kembali muncul di sebelah kirinya. Junsu segera mengarahkan kameranya, dan menekan tombol shutter cepat. Namja itu tampak terdorong, lalu menghilang. Junsu masih waspada – siapa tahu namja itu muncul kembali. Ternyata benar, namja itu muncul kembali di belakangnya – berniat menyerang Junsu. Junsu segera membalikkan tubuhnya, dan memotretnya. Entah kenapa, mendadak kamera yang dipegangnya itu memotret namja itu dua kali – mengakibatkan namja itu menjerit kesakitan dan menghilang.
Junsu kembali mendekati cermin tadi. Di bawah cermin itu, nampak sebuah kunci – dengan gamtungan kayu yang bertuliskan ‘Purifying Moon 203’ – dipahatkan di atasnya. Junsu segera mengambilnya, lalu berjalan menuju pintu – keluar dari ruangan itu. Namun, ketika ia baru akan membuka pintu ruangan itu, nampak seorang namja – yang rasanya dikenalnya – dengan yukata merah muncul di sebelah kanannya. Sedetik kemudian, ia menghilang.
Penasaran, ia mendatangi tempat namja itu menghilang. Ia terkejut, ketika ia menemukan potongan sebuah topeng kayu berwarna hitam – untuk mata kiri, tergeletak di sana. Beserta sebuah buku bersampul putih polos – dengan tulisan kakeknya, Kibum, di dalamnya.
________________________________________________________________
Di pulau ini, tari Kagura dipentaskan saat gerhana bulan muncul.
Di hari gerhana bulan itu terjadi, pikiran orang-orang yang masih hidup cenderung mati, dan roh orang-orang yang telah mati datang dari Gerbang Dunia Lain.
Bulan melambangkan jiwa, dan dipercaya bahwa gerhana bulan menggerogoti jiwa.
Dalam sebuah literatur yang kubaca, disebutkan sebuah topeng yang disebut ‘Mask of the Lunar Eclipse’, yang pernah digunakan dalam sebuah festival di pulau ini.
Ada beberapa literatur yang sangat tua, dan terputus-putus, yang menjelaskan tentang sebuah topeng hitam, yang menyebabkan sebuah kekacauan, Hari Tanpa Penderitaan, dulu.
Aku telah menanyakan hal itu kepada kepala salah satu keluarga berpengaruh di pulau ini, tapi ia tak mau mengatakan apapun, dan wajahnya nampak sangat marah.
Di pulau ini, menyentuh topeng itu dianggap sangat tabu.
Walaupun berisiko menyinggung penduduk, aku sangat ingin melihat topeng itu dengan mataku sendiri, untuk memeriksanya sendiri.
Mungkin topeng itu adalah sebuah petunjuk kuat yang mengarah ke dunia lain.________________________________________________________________
Junsu menatap ke arah pecahan topeng hitam yang digenggamnya. Topeng inikah yang dimaksud oleh kakeknya? Ia pun memutuskan untuk menyimpannya, lalu ia kembali melangkah, keluar dari museum itu. Ketika ia sampai di Entrance Hall, mendadak ia melihat seorang anak kecil – Yoochun? – jatuh tersungkur di bawah tangga besar yang ada di tengahHall itu. Ia melihat ke atas tangga, dan melihat anak itu lagi – anak kecil berambut coklat dengan dress merah – menatap ke arah Yoochun kecil yang sedang tersungkur di bawah tangga. Sedetik kemudian, keduanya menghilang. Junsu terpaku menatap pemandangan di hadapannya tadi.
‘Tadi.. yang kulihat.. apakah itu penglihatan tentang masa lalu?’, pikirnya bingung.
Ia pun melanjutkan perjalanannya, menaiki tangga besar itu, lalu menuju ke pintu yang membawanya ke kamar-kamar pasien. Namun, belum ia membuka pintu, ia kembali mendengar suara telepon di interkom – yang terletak di Management Office di belakangnya. Penasaran, ia pun membuka pintunya, menghampiri interkom. Ia baru saja akan mengangkat telepon, ketika perawat tadi muncul di sebelah kirinya. Ia pun segera memotret perawat itu – lalu memotretnya sekali lagi secepat kilat – sebelum ia menghilang. Perawat tadi pun menjerit kesakitan dan menghilang – seperti biasa.
Junsu mengangkat telepon di interkom tadi – sebuah telepon dari kamar 207. Namun, ia tak mendengar apapun – yang didengarnya hanyalah suara ‘bzztt’ selama beberapa detik – sebelum telepon itu ditutup. Junsu menatap bingung ke arah gagang telepon itu, sebelum akhirnya ia meletakkannya kembali ke tempatnya dan kembali melangkah menuju kamar Yoochun.
Ia membuka pintu kamar Yoochun – lalu menemukan diary bersampul hijau tua di atas meja di hadapannya. Ia mengambilnya, sebelum membaca isinya.
________________________________________________________________
9 Agustus
Sore – Sekarang waktunya tidur, tapi…
Jika aku tak bisa tidur, aku mulai merasa ketakutan.
Itu karena, pada saat gelap,
Aku bisa melihat bayangan wajahku terpantul di kaca
Saat aku melihat wajahku di kaca, wajahku terlihat aneh.
Mataku terlihat aneh.
Hidungku terlihat aneh.
Mulutku terlihat aneh.
Kepalaku terasa aneh.
Aku ingin Heechul pergi dari kehidupanku, tetapi jika itu terjadi, aku akan kehilangan sesuatu yang penting.
Karena itu, kuharap aku bisa tidur malam ini.
________________________________________________________________
Ia kemudian mendekati sebuah meja belajar di sebelah kanannya dan menemukan sebuah surat di atasnya.
________________________________________________________________
Dear Yoochun,
Bagaimana kabarmu?
Sudahkah kau memberi nama untuk burung kenari yang eomma berikan padamu?
Maafkan eomma karena kau selalu sendirian sepanjang hari, tetapi eomma selalu memikirkan tentangmu setiap hari.
Oh ya, gunakan juga krayon yang eomma kirimkan untukmu.
Kau kan suka menggambar, jadi eomma yakin itu akan membuatmu senang.
Dokter berkata bahwa melakukan hal yang kausenangi bisa membantu penyembuhanmu.
Jadi eomma harap kau dapat menggambar banyak gambar dengan krayon ini!
Eomma rasa itu pasti mengerikan saat kau melupakan banyak hal, tapi Yoochun, kau adalah putra keturunan keluarga Park, jadi sang Bulan akan selalu melindungimu.
Oleh karena itu eomma rasa tak perlu lagi kau khawatir.
Lakukan apa yang dikatakan oleh Dr. Donghae dan jadilah anak baik
Eomma akan menjengukmu secepatnya.
Love,
Eomma
________________________________________________________________
Junsu meletakkan surat tadi kembali. Ia berjalan ke arah sebelah kiri meja belajar itu, berniat menuju ke kamar utama. Namun, sebuah kaca besar menarik perhatiannya. Jika ia kembali melihat bayangannya di cermin itu, akankah wajahnya berubah hancur lagi?
Ia mengulurkan tangannya, bermaksud membalik kaca tersebut. Mendadak, seorang yeoja, dengan rambut panjang hitam dan hidung mancung, serta tubuh yang sepertinya - basah - muncul di belakang Junsu, mengulurkan tangannya - memegang pundak Junsu perlahan. Junsu yang merasakan sesuatu memegang pundaknya dari belakang segera berbalik cepat, membuatnya melihat sosok kamar Yoochun yang -
kosong.
Junsu menatap heran ke sekeliling kamar itu. Ia benar-benar merasa tadi ada yang memegang pundaknya.
“Apa itu tadi?”, gumamnya pelan. Akhirnya, ia kembali berjalan, memasuki kamar tidur Yoochun. Begitu ia memasukinya, nampak Yoochun kecil - terduduk di atas tempat tidur. Junsu mengernyit bingung. Yoochun kecil? Ia mendekatinya. Dan saat itu juga, sosok Yoochun kecil tadi berubah - berganti menjadi sosok Yoochun yang sudah seumuran dengannya - yang normal - sedang duduk di samping tempat tidurnya. Junsu mengulurkan tangannya, hendak menyentuh Yoochun. Namun, saat tangannya hampir mengenai pundak Yoochun, mendadak Yoochun menghilang.
Junsu menatap tempat tidur itu bingung. Lalu, siapa tadi yang duduk di sana? Itu tadi Yoochun, kan? Saat ia sedang menatap bingung ke arah tempat tidur itu, sebuah notes bersampul coklat tua menarik perhatiannya. Ia mengambilnya, dan membaca isinya.
________________________________________________________________
Laporan Perawat Lantai II (2)
Laporan hari ini,
Ini tentang Heechul dari ruangan 207 lagi.
Sekitar jam 2 siang, aku mendengar Yoochun menangis dan berlari menghampirinya.
Kepala burung kenari miliknya dipotong dengan gunting.
Heechul berdiri disitu, memegang gunting berlumuran darah itu.
Sudah jelas apa yang telah dilakukannya.
Dia hanya terus-menerus tertawa, meskipun kami, para staff rumah sakit menegurnya dengan keras, seolah-olah ia sama sekali tak memikirkan hal keji yang baru saja ia lakukan.
Kejahilannya sudah kelewat batas – ia sudah benar-benar tak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dimulai dari Yoochun, aku khawatir Heechul akan membawa pengaruh buruk bagi anak-anak lainnya.
Walaupun direktur sudah campur tangan dalam hal ini, aku masih belum bisa menemukan cara pengobatan yang efektif untuknya.
________________________________________________________________
Junsu menatap ke arah buku di tangannya dengan tampang iba. Well, nampaknya anak yang bernama Heechul ini benar-benar kejam. Bukankah burung kenari Yoochun itu pemberian ibunya? Menggunting kepalanya di depan Yoochun sendiri.. kejam sekali.
Junsu menghela napas, lalu mulai berjalan keluar dari kamar tidur itu. Tadi Yoochun menghilang, bukan? Mungkin, ia harus pergi ke tempat lain untuk mencarinya. Namun, begitu ia melewati pintu kamar tidur itu, ia merasakan hawa aneh di belakangnya. Penasaran, ia membalikkan badannya.
Anak kecil berambut coklat dengan dress merah itu kembali ada di sana, mengintip dari balik kamar tidur Yoochun. Setelah beberapa saat, anak itu kembali menghilang. Junsu jadi bertanya - tanya, apa hubungan anak kecil itu dengan Yoochun di masa kecil? Bukankah tadi ia melihat Yoochun kecil yang didorong jatuh dari tangga di Entrance Hall oleh anak kecil ini? Mungkinkah anak kecil itu.. Heechul yang disebutkan di laporan tadi?
Junsu bergidik ngeri. Molla! Akhirnya ia berjalan keluar dari kamar Yoochun. Namun, baru saja ia membuka pintu kamar itu, seorang perawat lewat di depan kamar itu, berjalan lurus melewatinya, lalu menghilang di ujung lorong. Bingung, ia memutuskan untuk mengikuti perawat tadi. Ia menyusuri lorong itu, sampai di sebuah belokan ke arah kanan, anak kecil itu muncul kembali - kali ini menyeret seorang perawat - dengan cara menarik rambutnya - sambil tertawa sadis. Sedangkan perawat yang diseretkan itu menggumamkan sebuah kata - “Hentikan.”
Junsu kembali bergidik ngeri setelah keduanya menghilang. Ok, sekarang ia yakin anak itu Heechul. Ia terlalu mengerikan untuk yeoja seusianya. Setelah menatap lorong itu ragu beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti anak itu. Di ujung lorong itu, ada sebuah pintu dengan papan kecil bertuliskan sesuatu – yang nampaknya mengandung nama pemilik kamar itu.
Kamar 207 – Orchid Moon
Heechul
- kejam.
Junsu menatap kamar di depannya dengan tatapan syok sekaligus ngeri. Kamar itu benar-benar mengerikan, dengan dinding - yang nampaknya seharusnya berwarna kuning cerah, yang penuh dengan cipratan darah - juga bagi lantainya. Di ujung bagian kiri ruangan, terdapat sebuah hiasan, dengan sebuah tempat tidur di seberangnya. Di bagian kanan ruangan, terdapat sebuah lemari kayu besar - dengan potongan tubuh memenuhi lemari itu. Di langit-langit ruangan itu, nampak banyak potongan tangan dan kaki yang digantungkan denga sesuatu yang seperti tali - memenuhi langit-langit ruangan itu.
Junsu menarik napas panjang, sebelum akhirnya ia melangkah masuk. Baru saja ia masuk, mendadak sebuah lampu di ruangan itu menyala, menampakkan cahaya kuning terang yang bergerak memutar ke arah kiri. Bersamaan dengan menyalanya lampu itu, sebuah suara - entah dari mana - berkumandang di dalam ruangan itu. Suara itu memperdengarkan sebuah suara tawa mengerikan - yang semakin lama semakin keras, lalu kembali pelan dan mengeras lagi.
Junsu mendekati lemari kayu itu. Mendadak, muncul anak kecil tadi, mengintip dari balik sebuah meja kayu kecil dengan sebuah lampu hias berwarna kuning di atasnya. Junsu menatap ke arah meja itu tajam, sambil terus melangkah mendekatinya. Ia terus berjalan, dan ketika ia sudah amat dekat dengan meja itu -
- mendadak anak kecil tadi muncul, entah dari mana, dan hinggap di punggungnya, sambil mencekik lehernya kuat. Reflek, Junsu meronta kuat, berusaha melepaskan diri dari anak itu. Dan nampaknya usahanya berhasil, anak itu nampak terlempar ke belakang. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Junsu memotret anak itu. Anak itu langsung mundur, lalu menghilang. Resah, Junsu menoleh ke belakangnya, merasakan aura aneh di belakangnya. Dan benar saja, anak itu ada di belakangnya, berniat menyerangnya. Junsu kembali memotret anak itu, dan ia berteriak kesakitan lalu menghilang.
Setelah anak itu menghilang, namja berjas hitam itu kembali muncul, dengan wajah yang sama persis dengannya. Namja itu nampak menatap ke arah kiri Junsu, lalu menoleh perlahan ke arahnya.
“Kau..”
Setelah Junsu mengucapkannya, namja itu berjalan perlahan ke arahnya. Junsu mundur selangkah, bingung. Namun, begitu ia mundur, namja itu mendadak hilang - dan muncul kembali dua langkah di depannya.
“Siapa kau?”, tanya Junsu bingung, sekaligus kaget.Ia kembali mundur selangkah, dan namja itu kembali hilang - dan muncul kembali beberapa senti di depan wajahnya. Junsu yang kaget terdiam, menatap sosok di depannya kaget. Namja itu mengulurkan tangannya, menyentuh pipi kiri Junsu lembut.
“Apa kau sudah melupakannya?”
0o0o0
Foto itu kembali tampak di benaknya. Namja berjas hitam itu, menyentuh pipi kiri seseorang. Dirinya sendiri.
0o0o0
Kilasan sebuah lorong nampak di benaknya - sebuah lorong yang nampaknya dikenalnya.
Kilasan itu nampak menyusuri lorong itu, sampai di depan sebuah pintu kayu. Di sebelah kiri pintu itu, dengan beberapa kaca berbentuk persegi mengumpul di bagian atasnya - sebagai hiasan. Sebuah papan kayu - yang selalu terdapat di depan pintu kamar pasien tergantung di depan pintu itu - namun tak dapat dilihatnya. Sedangkan, di sebelah kiri pintu itu, sebuah papan kecil tergantung - juga dengan tampilan tak jelas. Pintu itu membuka perlahan, dengan sebuah suara terdengar dari baliknya.
“Aku bersamamu. Tidak apa-apa, aku ada di sini.”
Ia memasuki pintu itu. Sebuah ruangan besar - dengan pagar kayu di atas - nampaknya ada lantai dua di kamar ini - nampak di balik pintu itu. Mendadak, pandangannya terfokus pada sebuah tempat tidur di dalamnya.
“Selalu... Ayo, selalu bersamalah denganku..”
Ia terus mendekati tempat tidur itu. Kini, tempat tidur yang tadinya kosong itu terisi oleh dua namja. Dirinya - saat kecil - bersama seorang namja dewasa. Ia nampak sayang sekali kepada namja itu - nampak dari kedua tangannya yang memeluk - mungkin? - namja itu di dalam selimut. Keduanya nampak tersenyum senang, sambil menatap ke bawah.
“Kau istimewa.. istimewa untukku...”
0o0o0
“Tak apalah..”
TBC
Yak! Semakin mbulet aja cerita ini =3=.
Author updatenya lama yah~? Mian~~~ udah masuk sekolah soalnya, para author susah ketemunya XD.
Akhirnya, bagian akhirnya Luna bikin sendiri. Mian author F =3= XD
Part Junsu dataang~~~ XD
Btw, author pengen curhat. Yoochun disini cengeng banget yah? Author jadi merasa pair disini bukan YooSu tapi JunChun ==”. Tapi biar deh, soalnya susah nyari ‘tokoh lain’ di sini kalo tukar peran =3= XD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar