Kamis, 15 Agustus 2013

Fatal Frame 4 - K-Pop Ver. (Yunho+Jaejoong's POV) [Chapter 1]

ATTENTION: FIC INI ADA CHAPTER 0-NYA.
HARAP BACA DULU CHAPTER 0-NYA #capsjebol

Title : Fatal Frame 4 –K-Pop version-
Author : Cho Luna Kuchiki & FDF
Disclaimer : Semua karakter yang ada di dalamnya milik pribadi, manajemennya, dan orang tua. Sedangkan Fatal Frame milik Tecmo. Author hanya punya fanfic abal ini =3=
Warning: gaje, abal, OOC akut, sho-ai, typo(s), alur nyontek(?), kecepatan akut, dsb.

Fatal Frame 4
Chapter 1 : Out of Tune (Lee Jaejoong & Jung Yunho)


‘Sesuatu yang tak diingat oleh seorang pun,
Lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang tak pernah ada, bukan?’

Namja cantik itu menekan tuts-tuts piano yang ada di depannya. Menciptakan serentetan melodi yang terdengar indah, namun juga terasa suram.

‘Aku tak memiliki memori akan masa kecilku,
tentang pulau tempat aku tinggal saat masih kecil,
tentang rumah yang kutempati dulu,
bahkan tentang ayahku sekalipun.
Aku tak dapat mengingat apapun,
sebelum kami diculik.
Kelima namja yang ditemukan bersamaku,
juga tak dapat mengingat apapun.
Satu-satunya hal yang mampu kuingat samar-samar,
hanyalah sepenggal melodi..’

Kilasan-kilasan masa lalunya mulai bermunculan di kepalanya. Bersamaan dengan munculnya kilasan-kilasan tersebut, melodi yang awalnya ia mainkan dengan tempo lambat, lambat laun menjadi cepat.

Di bawah sinar bulan, di tengah kerumunan orang banyak, nampak enam namja kecil, semuanya mengenakan yukata putih dan sebuah topeng kayu. Empat di antaranya nampak memainkan alat musik yang berbeda-beda, sedangkan dua sisanya nampak menyanyi bersama. Mereka berenam berdiri, membentuk suatu lingkaran besar. Di tengah lingkaran tersebut, nampak seorang namja dewasa, mengenakan yukata berwarna merah darah dan sebuah topeng kayu yang berwarna hitam, dengan rambut pendek berwarna kuning cerah. Namja tersebut nampak menari seperti seorang ‘geisha’. Secara mendadak, namja tadi tampak kehilangan kendali. Ia terlihat oleng, lalu berlutut sambil menengadahkan kepalanya, melihat ke arah bulan. Secara mendadak, topeng kayu yang dikenakannya retak dan terbelah menjadi empat.
----

Namja tadi tampak tersentak, mengakhiri kilasan masa lalunya tadi dengan paksa. Setelah mengatur napasnya, ia menundukkan kepalanya, tampak memikirkan sesuatu.

‘Dan dengan itu, kilasan tadi selalu terhenti.
Melodi yang membuatku mengingat sekeping memori masa kecilku..
Memori apa itu?’

“Ya! Jaejoongie~! Kemari!”, teriak seorang namja dari dek kapal yang terletak di depan ruangan yang ditempatinya kini. Namja itu segera mengangkat kepalanya dan berdiri, menuju ke arah orang yang memanggilnya.

“Wae, Yunho-ya?”, ucapnya sambil berjalan. Yunho menunjuk ke arah utara. Samar-samar, Jaejoong dapat melihat sesuatu yang muncul dari balik kabut tebal yang mentupinya.

“Itu…Pulau Rougetsu…”, gumam Jaejoong lirih.

‘Dua temanku meninggal dunia,
Zhoumi dan Henry,
Dua orang lainnya, yang dulu ikut diculik bersamaku..’

 Ia mengeluarkan selembar foto dari sakunya. Dalan foto itu, nampak seorang namja kecil dan seorang yeoja dewasa. Namja kecil itu tampak ceria – di dalam pelukan yeoja berambut blonde sepunggung itu. Itu adalah foto dirinya – bersama ibunya, waktu dulu ia masih kecil. Di belakang keduanya, nampak sebuah rumah sakit kuno bergaya Jepang – dengan hiasan sebuah bulan dengan awan yang bergulung-gulung di atap utamanya.

‘Yoochun dan Junsu mengatakan bahwa mereka akan kembali ke pulau ini.
Mereka belum kembali.’

0o0o0
Seorang yeoja tampak terbaring lemah di atas sebuah kasur. Mata yeoja itu terpejam, seolah ia akan segera menyambut ajalnya.
“Jangan mendekati pulau itu, Jae.”
“Eomma..”
“Kadang, lebih baik tak tahu apa-apa..”
0o0o0

‘Walau begitu, aku sangat ingin mengetahuinya,
apa yang terjadi saat itu..
Dan memastikan.. bahwa aku akan mengembalikan ingatanku yang hilang.’

Jaejoong dan Yunho menghentikan langkahnya. Keduanya mengangkat kepalanya, menatap rumah sakit kuno di depan mereka. Tangan kiri Yunho bergerak, meraih tangan kanan Jaejoong. Menggenggamnya erat. Dan menuntunnya memasuki rumah sakit itu, bersama-sama.

Yunho mengarahkan senternya ke sekeliling resepsionis rumah sakit itu – yang sama sekali tidak bisa dikatakan kecil. Di sebelah kanan pintu masuk, ada sebuah jam kuno besar – dengan gambar fase-fase bulan menggantikan angka jam. Di sebelah kanan jam kuno tersebut, ada sebuah meja resepsionis – yang sudah tak berbentuk. Di bagian kanan meja tersebut terdapat sebuah telepon kuno. Di sebelah kanan meja resepsionis tersebut, ada sebuah lorong kecil – entah ke mana.

Di tengah langit-langit ruangan, terdapat lampu gantung besar tua yang menghiasi ruangan itu. Di pinggir sebelah kanan ruangan terdapat dua buah sofa, dengan sebuah gramaphone yang membatasi kedua sofa tersebut. Di depannya dan Jaejoong terdapat sebuah ‘Gerbang Tori’(gerbang masuk yang biasanya ada di kuil-kuil shinto) yang diberi hiasan naga di atasnya, dilengkapi  sebuah ‘Shimenawa’(tali tambang yang terbuat dari jalinan jerami yang disucikan – lalu dipasangi beberapa kertas yang dilipat-lipat secara zig-zag). Di balik gerbang tersebut, terlihat sebuah tangga besar, dengan sebuah gerbang besar di ujungnya.

Yunho menarik tangan Jaejoong, mengajaknya menaiki tangga di depannya. Setelah sampai di atas, ia berusaha membuka gerbang tersebut, namun bukannya terbuka, ia malah menemukan sebuah kertas terselip di antaranya. Dengan tulisan yang persis dengan tulisan Yoochun. Mereka berdua membaca isinya perlahan, berusaha mencari petunjuk keberadaan temannya itu.
________________________________________________________________
Sejak pertama kali aku melihat Pulau Rougetsu, rasanya dadaku terus berdebar-debar.

Aku tak bisa mengingat apapun – saat aku berada di sini dulu, tapi aku terus merasa seolah tercekik.

Seperti yang Junsu katakan, mungkin ada sesuatu di pulau ini.

Secara tiba-tiba, Junsu mengatakan bahwa ia akan pergi ke Pulau Rougetsu, dan aku ikut karena aku mengkhawatirkannya.

Dia tak mau mengatakan alasannya, berapa kalipun aku bertanya kepadanya.

Aku khawatir Junsu telah ditipu seseorang sehingga ia pergi ke pulau itu.

Semakin lama, kami semakin dekat dengan pulau itu.

Junsu terus menatap pulau itu dengan tatapan dingin. Ketika ia mengalihkan pandangannya dariku, aku merasa seolah ia semakin jauh dariku.

Jika, seperti Zhoumi dan Henry,
Junsu juga akan menghilang…
________________________________________________________________

Setelah mereka membacanya, akhirnya mereka memutuskan untuk turun, kembali ke ruang resepsionis tadi. Namun, baru saja mereka menuruni lima anak tangga, tiba-tiba muncul Yoochun, berjalan lurus menuju lorong yang ada di sebelah kanan meja resepsionis tadi.

“Yoochunie!”, teriak keduanya, memanggil Yoochun. Tak digubris, mereka akhirnya mengikuti Yoochun. Memasuki lorong kecil tadi. Lorong itu pendek, mungkin hanya sekitar empat sampai lima meter, dengan sebuah pintu kayu di ujungnya.

Mereka berdua membukanya. Di depan mereka, tampak Yoochun memasuki sebuah ruangan, dan pintu yang dimasukinya pun tertutup, pelan. Kembali, mereka berdua mengikutinya. Di samping pintu tadi, nampak sebuah papan bertuliskan “Museum Dr. Kim Kibum”. Akhirnya, mereka berdua membuka pintu itu dan memasukinya.

Di sebuah etalase dekat pintu, Jaejoong melihat sebuah guntingan koran yang menarik perhatiannya – karena memuat sebuah foto seseorang yang meninggal dengan pose yang sama ketika Zhoumi dan Henry ditemukan. Penasaran, ia pun mengambil dan membacanya.
________________________________________________________________
Punahnya Penduduk Pulau Rougetsu

Kemarin sore, pukul 5.30, ketika kapten kapal "Cassiopeia" tiba di salah satu pelabuhan Pulau Rougetsu, ia melaporkan bahwa banyak penduduk pulau yang telah tewas.

Pada saat penemuan, para polisi khawatir bahwa mereka itu telah terinfeksi oleh suatu penyakit, karena mereka semua ditemukan dalam keadaan mengerikan dengan kedua tangan menutupi wajah mereka.

Dimana penduduk pulau yang tersisa?

Jejak-jejak penduduk pulau tersebut memang ditemukan, namun polisi masih belum menemukan orang-orang yang selamat.

Sebelum polisi menemukan mayat-mayat yang tersisa, pencarian akan terus dilakukan.

Terlepas dari kenyataan bahwa banyak penduduk pulau yang mati atau hilang, tidak ada bukti kecelakaan atau perlawanan. Para penduduk pulau tampaknya telah tiba-tiba menghilang di tempat kejadian, dan polisi telah mengumumkan bahwa leher mayat-mayat itu terpelintir dengan tidak wajar.
________________________________________________________________

Jaejoong terkejut. Ternyata, keadaan kedua temannya itu bisa dibilang ‘wajar’ di pulau ini. Ia menunjukkan guntingan koran tadi pada Yunho, yang tampaknya juga menemukan sebuah buku bersampul coklat tua. Mereka berdua bertukar pandang, sebelum akhirnya menukar barang yang mereka temukan. Jaejoong kembali membaca buku yang Yunho temukan tadi.

________________________________________________________________

Tentang Pulau Rougetsu
dan
Ritual Tari Kagura

Pulau Rougetsu, biasa dikenal sebagai "Pulau yang Paling Dekat dengan Neraka", sejak dulu memang selalu ditakuti. Namun seiring waktu berjalan, Kepulauan Rougetsu tampaknya tidak lagi menjadi tempat yang tertutup bagi orang luar.

Dulu, ada beberapa bencana besar yang menghancurkan pulau itu, namun, nampaknya lambat laun pulau ini mulai pulih.

Bukannya menjauhi orang asing sepertiku, penduduk pulau ini malah memperkenalkanku dengan budaya berharga Pulau Rougetsu: Ritual Tari Kagura, juga ukiran-ukiran bulan berawan yang indah di pulau ini.
Sepertinya, sambutan penduduk pulau ini mulai mempengaruhiku.

Aku datang ke pulau ini untuk mencari bahan untuk kamera obscura, secara khusus untuk kepercayaan para penduduk pulau ini.

Di pulau ini, bulan dianggap sebagai obyek keagamaan.

Di sini, ketika bulan berada di dalam matahari – lewat gerhana, memori, sifat.. dan karenanya, jiwa seseorang terungkap.

Menurut mereka, meskipun tubuhnya hilang, jiwa seseorang tetap ada di "Dunia Lain", dan bulan adalah pintu menuju Dunia Lain. Bulan, tentu saja dijadikan simbol dari Dunia Lain.

Jiwa-jiwa orang mati kembali ke pulau selama tarian Kagura, dan ini juga adalah fungsi utama dari topeng-topeng yang dibuat oleh penduduk pulau itu.

Para gadis kuil memakai topeng selama ritual, dan diyakini bahwa saat ritual ini dilangsungkan, bulan membuat kontak antara dunia ini dan dunia orang mati.

Ada lebih dari satu jenis topeng di pulau ini. Berbagai jenis topeng digunakan untuk keperluan yang berbeda-beda. Dengan meneliti topeng ini, aku pasti akan bisa membuat kemajuan besar dalam penelitianku tentang Dunia Lain.
________________________________________________________________

Jaejoong dan Yunho baru saja berjalan beberapa langkah, ketika tiba-tiba mereka mendengar suara jepretan kamera. Dan di depan mereka, tergeletak di lantai, ada sebuah kamera kuno. Jaejoong membungkuk, mengambil kamera tersebut.

“Apa ini kamera obscura yang disebutkan di buku tadi?”, gumamnya. Yunho hanya terdiam, ia tak bisa membawa kamera tersebut, karena tangan kanannya sudah memegang sebuah senter.

Sebuah kertas kecil terjatuh dari kamera tersebut. Yunho mengambilnya.

“Bukankah ini tulisan Yoochun?”, tanya Yunho.

“Lagi?”, tanya Jaejoong. Mereka pun membacanya berdua.
________________________________________________________________

Waktu terasa bergulir begitu cepat, aku telah berada di Pulau Rougetsu sekarang.

Sejak aku sampai di pulau ini, perasaan pusing yang menyerangku semakin parah.

Udara serasa tak bergerak,
rasanya begitu menyakitkan untuk bernapas sekalipun.

Sampai saat ini, suasana dan melodi mengingatkanku akan hal-hal yang telah kulupakan.

Sama seperti saat Jaejoong memperdengarkan melodi yang dibuatnya padaku.

Walaupun aku mengingat beberapa hal, hal-hal itu tak cukup jelas.
Hanya seperti rasa sakit, atau sentuhan…
Hal-hal yang terlalu samar untuk diucapkan lewat kata-kata.

Namun, sekarang perasaan ini berubah. Dari dalam diriku, seolah sesuatu yang besar dan gelap akan keluar.

Suatu hari, ia akan menembus pikiranku.

Setidaknya, mungkin semuanya akan membaik jika aku menunggu Jaejoong dan Yunho untuk datang kemari.
________________________________________________________________

Merasa ada yang memperhatikannya, Jaejoong membalikkan badannya. Di balik salah satu pintu – bukan pintu yang mereka lewati sebelumnya, ada sebuah celah kecil – namun terlalu gelap untuk melihat apa yang ada di baliknya. Penasaran, ia menyuruh Yunho untuk mengarahkan senternya ke celah tersebut. Betapa terkejutnya mereka berdua, ketika mereka melihat wajah Yoochun, menatap ke arah mereka dengan tajam.

“Yoo-Yoochunie?”, ucap Jaejoong takut. Sesaat kemudian, Yoochun bukannya menjawab panggilan Jaejoong, melainkan malah membanting pintu itu keras.

“Yoochunie!”, panggil Yunho. Ia berlari ke arah pintu itu, berusaha membuka pintu yang dibanting Yoochun tadi. Namun hasilnya nihil, bukannya pintu itu terbuka, melainkan malah kamera yang ada di genggaman Jaejoong bergetar. Mereka berdua berpandangan bingung.

“Coba foto pintu ini dengan kamera itu, mungkin akan terjadi sesuatu.”, ucap Yunho ragu. Jaejoong mengangguk ragu, dan mengarahkan kamera tersebut ke arah pintu itu, lalu menekan shutternya.

Anehnya, yang muncul di layar kamera tersebut bukanlah foto sebuah pintu kayu, melainkan foto lima buah topeng yang digantungkan di suatu tembok, dengan topeng yang berada di –kedua dari kiri- tampak tak jelas.

“Mungkinkah.. kita harus mencari tempat topeng-topeng ini digantungkan?”, ucap Jaejoong lirih. Yunho mengangguk.

“Mungkin sesuatu akan terjadi jika kita menemukannya. Kajja, kita keluar dari sini!”, ucapnya, menarik tangan kanan Jaejoong untuk keluar dari ruangan tersebut. Saat ia hendak membuka pintu tersebut, bayangan seorang yeoja tampak di kaca yang terdapat di pintu itu. Setelah beberapa detik, yeoja itu menghilang.

Setelah menelan ludah ragu, ia pun akhirnya memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Ia melihat ke sebelah kirinya. Tak ada apapun. Ia menoleh ke sebelah kanan…

“Kyaah!”, jerit Jaejoong, setelah melihat sosok yang ada di sebelah Yunho. Yeoja yang dilihatnya itu memakai pakaian perawat, dengan wajah penuh bekas luka. Lagi-lagi, kamera yang ada di tangan Jaejoong bergetar perlahan.

Memutuskan untuk mengikuti ‘perintah’ kamera tersebut, Jaejoong memberanikan diri untuk memotret perawat yang mulai bergerak perlahan ke arahnya itu. Tak diduganya, setelah ia menekan tombol shutter, sang perawat tampak kesakitan, lalu berlutut dan menghilang.

“Dia menghilang.. Apa itu barusan? Dia terlihat seperti seorang perawat, tapi… Apa tadi itu kekuatan kamera ini?”, gumam Jaejoong ketakutan. Yunho yang merasakan gelagatnya, meraih tangan kanan Jaejoong dan meremasnya, berusaha menenangkan Jaejoong. Beberapa saat kemudian, mereka kembali berjalan ke arah kanan, terus memasuki lorong tersebut, dan membuka pintu yang ada di ujung lorong, sambil melihat ke arah dinding, barangkali mereka menemukan topeng yang ada di foto tadi.

Mereka terus menyusuri lorong tadi, sampai mereka kembali menemukan sebuah pintu di ujung lorong. Setelah memasukinya, mereka sampai di sebuah hall kecil. Mereka berjalan lurus, hingga sebuah tawa anak kecil dari sebelah kanan mereka menginterupsi perjalanan mereka. Mereka menoleh ke sumber suara, dan melihat seorang anak laki-laki yang berlari, lalu menghilang di depan sebuah pintu.

“Eh? Dia menghilang?”, ucap Jaejoong bingung.

“Kita coba ikuti saja anak itu.. Mungkin ia bisa menunjukkan jalan kepada kita.”, ucap Yunho. Akhirnya, mereka pun mengikuti anak itu, memasuki pintu kayu yang ada di sebelah kanan mereka.

Di balik pintu itu, nampak sebuah ruang makan luas, dengan beberapa lilin yang menyala di dalamnya, memberi penerangan, walaupun hanya samar-samar.

“Ruangan ini terlalu luas, bagaimana kalau kita berpencar? Aku ke sebelah kanan, kau ke sebelah kiri.”, usul Yunho. Jaejoong mengangguk, ragu.

Pertama-tama, Ia menghampiri sebuah counter yang cukup luas. Ketika ia melihat ke dalam counter tersebut, mendadak muncul seorang namja, dengan kepala diperban dan tubuh penuh darah. Spontan, ia menjerit kaget dan jatuh ke belakang.

Sementara itu, Yunho segera memulai pencariannya. Di atas sebuah piano, ia menemukan sebuah kertas – yang tampaknya lagi-lagi ditulis oleh Yoochun. Ia baru akan memanggil Jaejoong ketika ia mendengar jeritannya.

“Kyaah!”

Mendengar jeritan Jaejoong, Yunho segera berlari menghampiri Jaejoong dan membantunya berdiri.

“Wae? Apa kau melihat sesuatu?”, tanyanya panik.

“Di balik counter itu..”, ucap Jaejoong takut sambil menunjuk counter tadi dengan tangan gemetar.

“Eh? Aku tak melihat apapun?”, ucap Yunho bingung.

”Mungkin.. ia juga menghilang..”, balas Jaejoong lirih. Yunho memeluk tubuh Jaejoong erat, berusaha menenangkannya. Namun, pelukan itu tak berlangsung lama, karena ia melihat perawat tadi – menoleh ke arahnya setelah menyentuh sesuatu di meja bulat di tengah ruangan. Ia melepaskan pelukannya.

“Jae.. perawat tadi tampaknya menyentuh sesuatu di meja itu.. Kita lihat dulu, ne?”, ucapnya. Jaejoong hanya mengangguk pelan. Yunho mengambil sebuah kunci di atas meja itu. Kunci biasa, dengan gantungan kunci berbentuk persegi dengan ukiran awan di sisi-sisinya. Yunho menemukan sebuah kertas – tepat di bawah kunci yang barusan ia temukan. Ia mengambil kertas tersebut, lalu membacanya dengan seksama bersama Jaejoong.

________________________________________________________________
Cara Membuka Gerbang Menuju Lantai Dua

Pertama, nyalakan control panel di ruang penyimpanan – yang berada tepat di bawah tangga besar di Entrance Hall.

Kedua,ubah deretan angka yang ada hingga jika dijumlahkan menghasilkan angka 13.

Tolong jangan mengoperasikannya tanpa ijin dari Management Office.
________________________________________________________________

“Oh ya, tadi aku juga menemukan kertas ini di atas piano di sana, sepertinya ini juga ditulis oleh Yoochun.”, ucap Yunho setelah membaca kertas tadi.

“Jinja? Mana?”, ucap Jaejoong

“Ini..”, Jawab Yunho, menyerahkan kertas yang ada di tangannya kepada Jaejoong.
________________________________________________________________

Mungkin, aku hanya akan menulis sesuatu.

Apapun itu, aku akan menulisnya, karena jika aku tak menulis
apapun,

Hal itu hanya akan pergi, hilang begitu saja.

Jika aku tak menuliskannya, aku
melupakannya.

Jika aku tak menuliskannya,
semua akan berakhir.

Aku melupakan sesuatu, namun semuanya akan segera berakhir.

Hal itu terus mendekat, perlahan, ia terus mendekat.

Meleleh.

Eomma, tolong            aku

Tolong.

Se mua orang memperlakukanku

                        Seperti             sebuah mainan

Berhenti           membuatku takut
________________________________________________________________

“Kenapa ia menulis patah-patah seperti ini?”, ucap Jaejoong heran.

“Molla, kajja, kita ke tempat penyimpanan yang disebutkan catatan tadi saja!”, balas Yunho.

“Um..”, ucap Jaejoong pelan. Ia mengikuti Yunho, menuju sebuah pintu besar di ujung lain ruang makan tersebut. Namun, tiba-tiba ia berhenti di sebelah kanan pintu itu.

“Yun.. bukankah ini topeng yang ada di foto tadi?”, ucapnya, menatap ke arah deretan topeng yang digantung di sebelah kanan pintu itu.

“Ne, sepertinya begitu. Tapi, kenapa topeng kedua dari kiri itu hilang?”, balas Yunho bingung.

Belum sempat jaejoong menjawab, tiba-tiba seorang anak laki-laki, mengenakan sebuah topeng kayu, muncul di sebelah kiri Yunho. Anak itu segera berbalik, lalu menghilang di pintu besar tadi.

“Itu dia! Pasti topeng yang dipakai anak itulah topeng yang seharusnya ada di sini! Kajja, Jae, kita ikuti dia!”, ucap Yunho, menarik Jaejoong melewati pintu besar itu.

Mereka berjalan lurus, menyusuri lorong itu, hingga mereka menemukan sebuah potongan koran di atas sebuah kotak kecil di ujung lorong tersebut. Kembali, potongan koran tersebut menampakkan foto seseorang dengan pose yang masih sama – kedua tangan yang menutupi wajah.
________________________________________________________________
Kematian orang terakhir

Pada jam 10 pagi ini, diumumkan bahwa seorang gadis yang sedang dirawat di rumah sakit, orang terakhir yang selamat dalam kasus hilangnya para penduduk Pulau Rougetsu, telah meninggal.

Penyebab kematiannya adalah syok yang diperparah oleh kelemahan fisik.
________________________________________________________________

“Eh? Lalu? Perawat itu? Anak kecil itu? Mereka…”, ucap Jaejoong pelan.

“Apakah mereka.. hantu?”, tebak Yunho.

“Umm.. mungkin..”, balas Jaejoong lirih.

“Aah, sudahlah! Yang penting sekarang kita dapatkan topeng itu!”, ucap Yunho akhirnya. Jaejoong hanya mengangguk pasrah, mengikuti langkah Yunho menuju ke arah kiri, mengikuti lorong tersebut. Di ujung lorong tersebut, nampak sebuah pintu besar. Menera memasukinya, dan mereka kembali ke Entrance Hall – melalui jalan yang berbeda. Karena tak menemukan suatu pintu ataupun control panel di sekitar mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke sisi lain dari tangga, mencari control panel yang disebutkan dalam catatan tadi.

Ketika mereka sampai di depan tangga, mendadak muncul anak kecil yang tadi mereka ikuti, menatap ke arah mereka berdua sambil menggumamkan sesuatu di balik gerbang besar menuju ke lantai dua, lalu kembali menghilang. Mereka terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan mereka ke sisi lain tangga. Di sana, mereka menemukan sebuah pintu, yang nampaknya terkunci.

“Coba saja kunci yang tadi, Yun.”, usul Jaejoong. Yunho mengangguk setuju, lalu mengeluarkan kunci yang ditemukannya tadi, mencoba membuka pintu di depannya. Cocok. Mereka memasukinya. Di balik pintu itu, nampak sebuah ruangan sempit. Di sisi kanannya, terdapat beberapa benda rusak, sebuah replika burung gagak berukuran besar, serta tumpukan kardus berdebu. Sedangkan di sebelah kiri mereka terdapat sebuah lemari kayu kecil, tergantung di tembok, dengan dua buah kabel tersambung dengan sesuatu di dalamnya. Di sebelah kanan lemari tersebut, nampak sebuah mumi, disandarkan ke tembok dengan posisi berdiri. Di lantai dekat kaki mumi tersebut, mereka melihat sebuah guntingan koran, dengan foto yang masih sama seperti beberapa guntingan koran yang mereka temukan sebelumnya.

“Kurasa itu control panel yang disebutkan, Yun.”, ucap Jaejoong, menunjuk lemari kayu kecil tadi.

“Ne, aku rasa begitu. Tapi, aku penasaran dengan guntingan koran itu, kenapa fotonya selalu sama dan tergeletak di mana-mana? Seolah.. meminta untuk ditemukan dan dibaca..”, balas Yunho, seraya mengambil guntingan koran tersebut.
________________________________________________________________
Kasus Orang Hilang

Dua minggu telah dilewati sejak pencarian dilakukan, namun keberadaan para penduduk pulau masih belum diketahui.

Para penduduk hilang saat musim panas, dan sejak pencarian dimulai, banyak yang khawatir bahwa pencarian tidak akan dilanjutkan.

Penyebab kematian para penduduk pulau juga masih belum diketahui.
Telah dipastikan bahwa para penduduk tidak terkena wabah apapun. Namun,sampai sekarang, belum ditemukan penyebab kematian yang spesifik.

Polisi mengatakan bahwa ada hubungan yang patut dicurigai tentang menutupi wajah mereka dan wajah mereka yang ditemukan dalam keadaan hancur, seolah kulitnya ditarik-tarik ke segala arah.
________________________________________________________________

Mereka saling berpandangan. Lalu, apa penyebab kematian Zhoumi dan Henry? Yunho menghela napas.

“Sudahlah, kita lihat control panelnya saja dulu.”, ucapnya. Jaejoong mengangguk, dan mereka berjalan mendekati control panel tersebut. Baru saja mereka akan membukanya, tiba-tiba mumi yang ada di sebelah kanan mereka bergerak. Yunho dan Jaejoong terkejut, lalu menatap horor ke arah mumi yang ada di sebelah kanan mereka tersebut.

“Yuun~ cepat aktifkan control panel itu, lalu kita keluar dari sini!”, ucapnya takut, masih super kaget karena pergerakan mumi tadi.

Yunho mengangguk pelan, lalu membuka lemari kayu itu. Di dalamnya, tampak lima deret angka – yang bisa digerakkan ke atas dan ke bawah. Persis seperti cara mengoperasikan sebuah circuit breaker, atau disingkat MCB. (supaya yang bingung bisa cari gambarnya di internet XD) Keduanya tampak menatap deretan angka itu bingung.

“Mungkin, kita harus mengubah susunan angka ini sehingga jika dijumlah menjadi 13?”, tebak Yunho.

“Ah! Ya! Pasti itu. Emm..coba ini diturunkan.. terus.. ”, balas Jaejoong, sibuk mengotak-atik susunan angka tadi.

“4-5-1-0-3. itu 13 kan?”, ucap Yunho, membanti Jaejoong.

“Humm..”, gumam Jaejoong, mengubah susunan angka tadi seperti perintah Yunho.

Grak~!

Yunho dan Jaejoong menengadahkan kepalanya begitu mendengar bunyi tadi.

“Mungkin gerbang tadi sudah terbuka.. Kajja!”, ucap Jaejoong semangat, sambil menarik Yunho keluar dari ruangan itu. Sebelum mumi tadi bergerak lagi..

Mereka pun menaiki tangga besar tadi. Baru dua anak tangga mereka naiki, mendadak terdengar bunyi telepon dari meja resepsionis.

Kriing…

”Yu-yun.. Siapa yang menelepon itu?”, ucapnya takut. Yunho hanya mengangkat bahu, bingung.

Kriing…

Kriing…

Kriing…

Kriing…

“Aah, sudahlah! Kita angkat saja!”, ucap Yunho frustrasi, merasa terganggu dengan bunyi telepon itu. Mereka berdua pun mendekati telepon kuno itu, dan Yunho mengangkatnya.

“Yeoboseo….”

“Kem..balikan…..Kemba…likan… Kembalikan….”, jawab telepon tadi, dengan suara tak jelas dan nada horor.

Yunho menatap gagang telepon itu ngeri. Kemudian membantingnya kembali ke tempatnya, mengakhiri suara horor tadi.

“Mwo.. Mwoya?”, ucapnya takut.

“Wae, Yun?”, tanya jaejoong penasaran.

“Hum.. telepon tadi hanya mengatakan “Kembalikan” tiga kali, dengan suara terpatah-patah dan nada horor.”, jawab Yunho, masih kaget.

“E-eh? Ah, kita ke lantai dua saja.. Aku takut~”, ucap Jaejoong. Yunho hanya mengangguk pasrah, lalu kembali menaiki tangga. Mendadak, di lantai dua, muncul seorang perawat,dengan seorang yeoja berambut hitam sebahu, dengan dress hitam kemerahan yang berenda di bagian kerah dan bagian bawah dress itu. Kemudian menghilang ke arah kanan. Penasaran, mereka berdua mengikutinya.

Di lantai dua, mereka melihat sebuah ruangan kecil yang nampak seperti loket, dengan sebuah pintu di sebelah kiri ruangan kecil itu. Mendadak, terdengar bunyi benda jatuh dari arah pintu itu. Mereka pun membukanya, memasuki lorong itu.

Setelah pintu tertutup dengan suara keras, mendadak muncul yeoja tadi – yang memakai dress hitam – kali ini tanpa perawatnya. Beberapa detik kemudian, ia menghilang. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka – menyusuri lorong itu. Di tengah lorong itu, manik mata Jaejoong kembali menangkap sosok sebuah kertas – dengan tulisan tangan Yoochun. Ia membungkuk, lalu mengambilnya.
________________________________________________________________
Saat aku melihat

wajahku

aku    tidak

mengerti  wajahku

                        akan menjadi apa

Aku tidak mengeali wajahku sendiri

wajahku

            tahu

                        wa jah             ku





            dua orang
                       


sama
________________________________________________________________

“Kenapa tulisannya mengerikan begini, sih?”, ucap Jaejoong kesal.

“Molla.. mungkin terjadi sesuatu pada Yoochun.. Kajja!”, ucap Yunho. Jaejoong mengangguk. Namun, ketika mereka mengangkat kepala mereka, di depan sebuah pintu di bagian kiri lorong itu, mendadak muncul anak kecil bertopeng tadi, menatap ke arah pintu itu, lalu menghilang.

“Anak kecil itu! Kajja, kita ikuti dia!”, ucap Yunho, menarik tangan Jaejoong, lalu berlari menghampiri pintu itu. Di depannya, terdapat sebuah papan kecil bertuliskan sesuatu – yang nampaknya mengandung nama anak itu.

206 – Anxious Moon
Lee Jinki

Mereka pun memasukinya. Mereka terkejut, kamar anak itu benar-benar berantakan. Mereka menghampiri meja kecil di pojok kanan ruangan itu, di atasnya nampak sebuah buku kecil – dengan sampul putih dengan gambar seekor ayam di tengahnya. Mereka pun membukanya – nampaknya buku itu adalah diary anak kecil tadi.
________________________________________________________________

6 April – Hujan

Hari ini, aku menemukannya lagi.

Kali ini, aku menemukannya di ruang makan,
topeng itu.

Mereka tidak bisa mengambilnya! Mereka tidak boleh mengambilnya!
Mereka harus mengembalikannya!

Aku menemukannya hari ini,

Aku menyembunyikan topeng itu dengan baik,
di bawah ranjang.
Mereka tak akan mengambilnya lagi.

            Mereka datang   dan mengambilnya!

                        jangan             ikuti aku
________________________________________________________________

Mereka berdua berpandangan, lalu menghampiri tempat tidur di sebelah kanan mereka. Yunho merogoh bagian bawahnya. Namun, belum sempat mereka menemukannya, mendadak anak kecil itu muncul di sebelah kanan mereka, dengan posisi duduk dan memandang lurus ke arah mereka berdua.

“Jae, kameramu!”, teriak Yunho panik, karena anak itu tengah berjalan ke arah Jaejoong, berusaha menyerangnya. Jaejoong mengeluarkan kameranya, lalu memotret anak itu.

Masih belum hilang.

“Coba sekali lagi, ppali!”, panik Yunho. Anak itu sudah dekat, dekat sekali dengan Jaejoong.

Jaejoong memotretnya sekali lagi.

Berhasil! Kali ini anak itu tampak kesakitan dan menghilang.

Yunho menghembuskan napas lega, lalu kembali mencari topeng yang tadi dibawa oleh anak itu.

Sedangkan Jaejoong, ia mengambil sebuah sobekan kertas, yang terjatuh di tempat anak tadi menghilang. Ia membacanya.
________________________________________________________________

Topeng itu tak ada.

            Seseorang mencurinya.

Jika mereka tak mengembalikannya segera

            aku akan menghilang dengan cepat

Siapakah yang mencurinya?

            Kembalikan

Kembalikan kembalikan kembalikan

            Mengh il ang

Kembalikan
________________________________________________________________

Jaejoong terdiam. Mungkin anak tadi yang menelepon Yunho. Sedangkan, di saat yang bersamaan, Yunho telah menemukan topeng itu. Ia menoleh ke arah Jaejoong, terkejut mendapati Jaejoong tengah membaca sesuatu.

“Apa itu, Jae?”, tanyanya, menyimpan topeng yang ditemukannya.

“Ani, hanya.. sobekan diary anak itu. Mungkin tadi dialah yang meneleponmu…”, jawabnya. Yunho hanya menatap Jaejoong bingung, lalu membacanya.

“Oh, aku mengerti. Ia meminta mengembalikan ini, eh? Hah, sudahlah. Ayo, kita kembali ke ruang makan.”, ajak Yunho. Jaejoong mengangguk, lalu mengikuti langkah Yunho, kembali ke ruang makan.

Di tengah jalan, seorang yeoja berjubah merah menyerang mereka. Jaejoong memotretnya. Sekali, dua kali, dan yeoja itu menghilang. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka.

Sesampainya di ruang makan, Yunho menggantungkan topeng itu ke dinding. Bunyi pintu berderit terdengar. Mereka berpandangan.

“Mungkin.. pintu yang dikunci oleh Yoochun  tadi?”, tebak Jaejoong.

“Ha? Mungkin juga sih.. Ya sudah, kajja, kita ke sana!”, balas Yunho.

Mereka pun kembali, lewat lorong yang beru saja mereka lewati. Di ujung lorong itu, mendadak sesosok namja tua muncul di belakang Jaejoong.

“Ja-Jae! Di belakangmu!”, ucap Yunho, menyadari keberadaan namja itu. Jaejoong pun mengeluarkan kameranya. Namun, belum sempat Jaejoong memotretnya, mendadak namja tadi mengayunkan tangannya, memukul tangan Jaejoong, mengakibatkan kamera tersebut terlempar… ke bawah kaki Yunho.

Yunho mengambilnya. Ia hampir saja memberikannya pada Jaejoong, ketika dilihatnya namja tadi..

Hampir mencekik Jaejoong.

“Jae!”, teriaknya panik. Reflek, ia memotret namja tadi panik, berhasil membuatnya mundur satu langkah. Ia menekan tombol shutter sekali lagi, namun tampaknya kamera itu tak mau mengambil foto namja tadi.

“Yun, kamera itu butuh waktu untuk re-charge, selama tiga detik.”, teriak Jaejoong, melihat wajah bingung Yunho. Yunho mengangguk, kemudian kembali memotret namja tadi. Kali ini bisa. Setelah menunggu tiga detik, ia kembali memotretnya. Dan kali ini namja itu menghilang. Yunho menghela napas lega, lalu mengembalikan kamera itu kepada Jaejoong.

“Jae, gwaenchana?”, tanyanya khawatir.

“Ne, lagipula ia tak mengenaiku. Kajja, kita ke tempat Yoochunie.”, balas Jaejoong, seraya mengambil kamera tersebut. Yunho mengangguk, lalu meraih tangan kanan Jaejoong, menuntuknnya kembali ke Museum Dr. Kibum.

Di depan pintu yang tadi dikunci oleh Yoochun, mereka mendengar suara tangisan, selama sedetik. Suara tangisan.. Yoochun.

“Wa-wae?”, gumam Jaejoong takut sekaligus bingung. Kenapa Yoochun menangis?

“Molla, tapi pintunya tak terkunci, kita masuk saja.”, balas Yunho, membuka pintu di depannya. Ternyata, ruangan itu adalah sebuah perpustakaan, dengan empat buah rak buku besar, dengan sebuah jalan lebar di tengah ruangan. Mereka menlewatinya, dan di ujung jalan, mereka melihat sosok Yoochun, berdiri membelakangi mereka berdua, dengan kepala menunduk dan kedua tangan menutupi wajah. Persis seperti posisi seseorang yang sedang menangis.

“Yoo-Yoochunie?”, panggil Jaejoong cemas. Ia mengulurkan tangannya, berniat menyentuh pundak temannya itu. Namun, belum sempat ia menyentuhnya, suara Yoochun menginterupsinya.

“Jaejoongie?”, ucapnya lirih.

“Yoochunnie..”, balas Jaejoong, mengira temannya itu ketakutan.

“Jae.. Jaejoongie..”, balas Yoochun.

“Siapa di sana? Siapa.. di sana..?”, lanjutnya, seraya menolehkan wajahnya ke arah Jaejoong, menampakkan wajahnya yang… seperti wajah Zhoumi dan Henry saat meninggal?

“Kyaah!”, jerit Jaejoong, terkejut, lalu mundur beberapa langkah. Yunho pun tampak terkejut, mendapati temannya dalam keadaan wajah hancur. Yunho tersentak. Lalu, jangan-jangan.. Yoochun…

“Jae! Coba kau potret dia!”, teriaknya, merasa dugaannya mungkin benar. Jaejoong mengangguk lemah, lalu memotret Yoochun.

Yoochun tampak tersentak, lalu mundur selangkah.

Yunho dan Jaejoong berpandangan horor. Jadi.. Yoochun.. mungkinkah?

Jaejoong memotret Yoochun sekali lagi.

Dan sekali lagi.

Kemudian, Yoochun tampak kesakitan, dan menghilang.

Jaejoong menatap kaget ke arah tempat Yoochun menghilang.

“Jadi… Yoochun…”, ucap Yunho pelan. Jaejoong menatap ke arah kanan, tempat Yunho berdiri. Kemudian ke arah sebuah cermin di belakang Yunho.

Di cermin itu, tampak wajahnya hancur, persis seperti keadaan wajah Yoochun tadi. Jaejoong tersentak. Sedetik kemudian, wajahnya kembali seperti semula.

“Tadi.. apa itu?”, gumamnya kaget, terus menatap ke arah cermin tadi.

“Wa.. wajah..ku…”, gumam Jaejoong.

TBC

Haaiiiii =3=

Chapter 1 datang =3=

Ada yang menunggu? Nggak ada ya? #pundung

Inilah yang berubah, tokoh utamanya yang harusnya cuma satu aku jadiin dua, Yunjae =3=
Yunjae shipper manaa~? XD



Keep or Delete?

Author's Note:
Inilah dia mcb yg tadi disebutkan dalam fanfic:

















Tapi kalo yg di fanfic ini, tulisan "O.OFF" nya diganti sama angka lho XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar